Saya adalah anak yang hidup di keluarga saat membuat KTP, STNK, Akte Kelahiran, SIM, dkk tidak memakai calo. Keluarga yang jika ada pemilihan umum, pasti datang berpartisipasi dan memilih. Keluarga yang apapun Indonesia lakukan, akan kami dukung. Saya juga orang yang saat J.W. Marriot di bom, ikut mendukung gerakan Kami Tidak Takut #indonesiaunite. Inilah saya, yang sejelek apapun pemerintahan kita, se kotor apapun demokrasi kita, se dosa apapun calon pemimpin kita, tetap akan mendukung Indonesia, tetap akan memiliki semangat memperbaiki bangsa ini. Salah satu dukungan saya adalah memilih pemimpin terbaik dari deretan calon pemimpin terburuk. Dengan tidak membiarkan yang jelek, korup, kotor, dan dosa itu memimpin negara kita. Meskipun kita tahu bahwa pada dasarnya semua calon pemimpin yang terpampang di kertas surat suara itu buruk. Harus kita sadari bahwa kita memang bukan tipe negara yang pemerintahan nya sempurna, kita masih umur 68 tahun. Kita masih tipe negara yang masyarakatnya harus memilih calon pemimpin terbaik diantara yang terburuk, memilih mana yang mampu dan kredibel. Tidak seperti Amerika Serikat yang masyarakatnya sudah dapat memilih pemimpin yang mereka percaya, bukan lagi pemimpin yang mampu atau tidak, karena pada dasarnya semua calon pemimpinnya mampu mengemban amanah, mampu dalam ilmu, mampu dalam skill, mampu dalam menjadi pemimpin. Kita harus sadar itu.
Akan selalu ada yang bilang "Ah, cinta pada negara kan tidak hanya dengan memilih pemimpin yang benar, jalan yang lain masih banyak". Iya memang benar, saya setuju itu. Tapi perlu diingat bahwa pembawa perubahan terbesar dan tercepat adalah sistem. Bayangkan jika Indonesia dikuasi oleh pemerintahan yang korup terus, karena pemuda nya malas nyoblos, masyarakatnya muak dengan pemilihan umum dan demokrasi di Indonesia. Gerakan apapun yang kita lakukan di level masyarakat, tidak akan memberi dampak yang luas merata seluruh Indonesia. Tentu akan memberi dampak, tapi mungkin akan berjalan lama, susah dalam perijinan, susah dalam birokrasi. Kenapa susah? Karena pemimpin nya korup, dikasih uang baru jalan. Lalu kita masih mau menutup mata bahwa pemimpin itu tidak penting? Bahwa siapapun yang memimpin, kita masa bodoh? Sepandai-pandai manusia, jika sistem berkata tidak, ya akan dipaksa diam, tidak bisa berkata apa-apa. Pernah suatu ketika saya mendengarkan bincang di radio dengan salah satu dosen di Surabaya. Saat ditanya "Kenapa sih pak, kebanyakan akademisi akan berjuang mati-matian membela yang menurutnya benar, tapi jika ditarik untuk masuk tim oleh negara, tiba-tiba mereka diam, tidak seaktif dulu sebelum menjabat? Apa dikasih uang biar nggak bicara lagi?" Jawaban nya singkat "Sistem. Kita tidak bisa berkutik jika sistem berkata tidak. Memang dulu kita mati-matian berjuang, karena kita melihatnya secara teoritis, namun pada kenyataanya jauh berbeda".
Nah, apa kita akan terus berdiam, terus muak, terus mencaci petinggi, terus mencibir penguasa, tanpa melakukan perubahan? Tanpa mau turun tangan memperbaiki sedikit demi sedikit kekacauan yang ada? Saya kira sudah sepantasnya kita bersikap bijaksana, melakukan apa yang harus dilakukan meskipun kita benci melakukan itu, untuk menjadi yang lebih baik, untuk suatu perubahan.