Rabu, 07 Agustus 2013

Hilal dan Syawal

Ini adalah waktu dimana penampakan bulan sangat dinanti. Tak usah banyak, hanya 2 derajat dari ufuk barat. Selagi para Ibu bersiap dengan gule, soto, sate, sayur jengkol, dan makanan khas lainnya di dapur masing-masing, selagi anak tetangga sebelah bermain petasan, pemerintahan negara kita masih berdebat mengenai kapan takbir dapat dikumandangkan di seantero jagad nusantara. Tidak hanya tahun ini, semenjak saya sudah dapat mencerna berita pun sudah jadi "headline" langganan seluruh stasiun televisi, Sidang Itsbat yang agung, dihadiri berbagai perwakilan ormas di Indonesia serta beberapa perwakilan negara muslim lainnya, yang katanya menelan biaya milyaran rupiah, menunggu laporan dari sejumlah daerah apakah mereka telah melihat hilal yang dimaksud. Dan akan selalu ada perbedaan pendapat ormas satu dengan lainnya, sebut saja salah satunya Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama. Sederhana, masalahnya cuma perbedaan metodologi, yang NU memilih cara rukyat, yang Muhammadiyah memilih cara hisab. Pada dasarnya, rukyat adalah metode fisik, yaitu harus terlihat dengan mata manusia, sedangkan hisab adalah metode yang menggunakan perhitungan canggih, sama seperti kita melihat kalender masehi biasa, yang memang sejak awal tahun ditetapkan kapan 1 Januari dan kapan 31 Januari. Dulu saya tidak menganggap perdebatan tersebut aneh, namun sekarang rasanya hal tersebut memalukan sebuah agama besar yang suci, Islam. Lagi-lagi, bukan masalah harus menambah 1 hari puasa lagi, tapi dibalik itu. Betapa terlihat ketidakharmonisan umat muslim di negara kita, betapa rasa toleransi itu pelan-pelan memudar, betapa para ulama yang pandai itu harus terlihat bodoh di depan banyak umat karena tak pernah bisa mengatasi masalah perbedaan ini setiap tahunnya. Ayolah kita ini saudara, dalam silsilah kita pula ada Al Battani yang mempelajari ilmu astronomi pertama kali, dan sedari dulu Islam telah memakai patokan bulan dalam penentuan waktu, seharusnya kita sudah canggih dalam bidang itu, seharusnya itu bidang yang kita geluti dan pelajari sejak dulu, tapi kenapa masih saja ada perselisihan pendapat? Kalau kata Bapak Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, rektor UIN Jakarta, dalam bincang sore nya dengan stasiun Metro TV hari ini, "...perbedaan ini jelas menunjukkan bahwa umat Islam di seluruh dunia tidak dapat menentukan sistem penanggalan dengan baik". Ya, itu masuk akal. Bukankah telah diciptakan semesta ini berjalan runtut, beriringan dan berima dalam harmoni yang dapat kita pelajari? Bukankah alam ini terdapat pola yang dapat kita jadikan pelajaran? Lalu kenapa sejak dulu, kita sebagai umat yang mengandalkan perputaran bulan, tidak meneruskan perjuangan Al-Battani dalam ilmu astronomi nya? Buatlah sebuah sistem penanggalan yang paling akurat, entah dengan metode apapun itu, buatlah kesepakatan bersama dengan mengerahkan para cendekiawan muslim di seluruh dunia, kalau perlu kita pinjam alat atau ahli dari NASA untuk membuat sistem penanggalan "hijriyah tanpa protes". Mereka yang menggunakan matahari bisa membuat kalender masehi yang diakui di seluruh dunia tanpa ada yang protes, seharusnya kita juga. Kalau kata kakak saya akhir-akhir ini "coba bulan lain dalam Islam, nggak pernah tuh diributin, kenapa cuma Ramadhan yang diributin?". Nah kan, kita bahkan sudah mengakui bahwa alam ini berjalan runtut, dengan pengakuan bulan lainnya yang tidak pernah menuai protes. Berarti sebenarnya kita paham bahwa kita punya kalender yang sudah ditetapkan kapan awal bulan dan kapan akhir bulan. Muncul lagi satu masalah, ketidakkonsistenan. Jujur saja saya sedih melihat ini semua, padahal banyak cendekiawan dari Islam, tapi kenapa masih begini? Kenapa susah berjalan beriringan? Mungkin ego yang terlalu besar, mungkin kesombongan akan ilmu yang dimiliki sehingga tidak mau belajar lagi. Padahal dunia ini berubah sangat cepat. Yang saya lihat disini adalah kegagalan kita menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman tanpa melupakan norma-norma Islam. Kita terlalu terpaku dengan apa yang diajarkan dulu, tanpa kita modifikasi sedemikian rupa dengan perkembangan jaman. Itulah jadinya, akan ada yang bersikukuh menggunakan cara lama, dan ada yang mulai sadar untuk menggunakan cara baru yang lebih akurat dan mudah. Untuk awal bulan Syawal kali ini, doa saya disamping keinginan bertemu Ramadhan lagi tahun depan dalam keadaan sehat swngan seluruh keluarga, semoga umat muslim di seluruh dunia akan bertambah baik dan cerdas dalam menghadapi tantangan dunia yang cepat berubah ini.

Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat hari raya Idul Fitri 1434 H.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

friends