Kamis, 14 Mei 2015

Hanya Rasionalisasi Lara

Jujur saja aku tidak tahu apa arti cinta walau mungkin pernah tahu bagaimana rasa cinta. Tidak pernah aku meluangkan waktu untuk mengulik arti kata itu. Hingga sampai saatnya aku membutuhkan sebuah distraksi besar untuk mengurai lara. Lalu aku memutuskan untuk mencari tahu. Ternyata, cinta itu tidak lain hanya sebuah kata abstrak produk kapitalis yang dirancang sedemikian rupa agar tak terpecahkan artinya oleh pemuda biasa hingga pujangga, politisi hingga filosofis, dari jaman batu hingga akhir jaman. Pada dasarnya, cinta hanya sesederhana sebuah energi yang merupakan efek dari serangkaian hormon yang bekerja dalam tubuh kita dan menciptakan sensasi bermacam-macam. Kata "cinta" bertindak sebagai pemanis dan penyederhana nama-nama kimiawi, yang kemudian dari kata itu muncul berbagai produk film box office, desain fashion, konsultasi terapis dan psikologi, website biro jodoh, dan berbagai produk kapitalis lainnya. Setidaknya itu yang aku percaya dari semua definisi yang ada. Biarkan aku bercerita bagaimana cinta bekerja.


    macam-macam hormon pada seseorang yang jatuh cinta


Ada banyak hormon yang bekerja saat kita jatuh cinta. Dopamine, adalah hormon yang kadarnya meningkat pada awal kita jatuh cinta. Banyaknya sama seperti yang ditemukan pada orang yang mengonsumsi kokain. Kalau ada yang harus disalahkan kenapa kita tidak bisa berhenti memikirkan dia, bahagia tiada habisnya, kehilangan nafsu makan, susah tidur, semakin bersemangat dan semua terasa indah adalah hormon Dopamine. It makes you feel good. Disamping Dopamine ini, terdapat hormon yang bernama Norepinephrine atau biasa dikenal dengan nama Adrenaline. Produksi keringat di tangan akan semakin banyak dan jantung kita bekerja lebih keras saat bertemu dia. Hormon berikutnya adalah Serotonin, yang ternyata kadarnya semakin menurun sama persis seperti orang yang menderita obsessive compulsive disorder (OCD) dan jelas ini yang bertanggungjawab atas rasa cemas dan gundah gulana berkepanjangan. Dan hormon paling terkenal diantara lainnya saat jatuh cinta adalah Pheromone, ini dia yang menentukan apakah kamu akan tertarik pada seseorang. Setiap manusia dan hewan memiliki hormon ini dan jika kita bisa menemukan Pheromone yang tepat, disitulah kita merasa tertarik dengan seseorang. Dan hormon ini bisa dipicu melalui bau, visual, dan sentuhan. Seems like love can be controlled with a little lab experiment, right?
Tapi ada satu penelitian di National Autonomous University of Mexico menyimpulkan bahwa hormon-hormon cinta tersebut memercikkan energinya hanya berlangsung selama empat tahun, sisanya adalah hormon Oxytocin dan Vasopressin yang bekerja yaitu dorongan untuk melakukan seks atau ketergantungan secara emosional. Passionate love becomes just emotional addiction or sexual dependence, mengutip dari geniusbeauty.com. Rupanya lama kelamaan, kita akan kebal terhadap semua hormon yang tadi disebutkan. Pantas rasa bosan sering muncul pada hubungan yang telah melewati tahun ke-4.  Namun jangan lupa pemikiran diatas bahwa cinta hanyalah energi yang terpicu oleh hormon. Dan seperti James Prescott Joule katakan dalam Hukum Kekekalan Energi bahwa energi dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain tapi tidak dapat diciptakan maupun dimusnahkan, demikian pula cinta. Ia akan berubah dari obsesi berlebih terhadap satu orang menjadi cinta yang lain misalnya cinta terhadap anak atau terhadap apapun yang dapat mengikat hubungan sebuah pasangan menjadi ketergantungan secara emosional. Sehingga ajaran agama yang mengatakan bahwa hubungan terlampau jauh sebelum pernikahan itu tidak baik ternyata ada benarnya. Walau pemikiran ini belum dibuktikan secara ilmiah, tapi bolehlah aku membuat itu sebagai hipotesa. Lagipula ini hanya sebuah rasionalisasi lara yang semoga saja dapat meneduhkan jiwa.


When you committed to someone in a long relationship other than marriage, you'll end up getting hurt. It's science. I once chose to get high and hurt badly. Now it's your time to decide.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

friends